Di dalam tulisan ini, seseorang sedang mendoakanmu. Separuh rindu, sepertiga benci, seperlima cemas, dan sisanya cinta dengan ribuan amin
Kamis, 06 September 2012
Memperingati 8 Tahun Kematian Pejuang HAM Munir Said Thalib (7 September 2004 - 7 September 2012)
Sejak beberapa hari belakangan, profile picture dan avatar teman-teman, baik di jejaring sosial Facebook maupun Twitter dipenuhi oleh gambar Munir dengan berbagai warna dan ekspresi. Kebanyakan berlatar belakang merah. Ada pula dilengkapi dengan kata 'Keberanian Bernama Munir'. Aksi ini tentu tak ada sebab. Awalnya saya tidak mengerti kenapa orang – orang menggunakan foto itu apakah hanya keisengan belaka atau ada tujuan dibalik foto itu.Rasa penasaran saya pun terjawab kenapa orang – orang menggunakan foto Munir Said Thalib.Alasannya yaitu Pemasangan gambar aktivis hak asasi manusia, Munir, di akun jejaring sosial mereka adalah bentuk protes paling minimal terhadap pihak yang harus bertanggung jawab atas tragedi pembunuhan itu.
Wajah Munir Said Thalib kini wara-wiri di Twitter. Memang bukan sosoknya yang bicara, hanya gambar, idealisme dan pemikirannya yang kini berkelana di linimasa.
Mereka hanya mencoba mengingatkan, bahwa kasus ini yang tidak boleh dilupakan. berkaca pada kasus kematian Presiden Amerika Serikat John F Kennedy. Meski kepastian siapa penembak sang Presiden belum jelas, hingga empat puluh tahun kematiannya, ia tetap diingat.Begitu pula dengan Munir, setidaknya empat puluh tahun lagi, kasus ini masih harus diingat.
Munir adalah aktivis HAM yang membongkar penculikan para aktivis oleh Tim Mawar Kopassus yang berujung pada pemecatan Mayjen. Muchdi Pr dan Letjen. Prabowo Subianto, nyawanya berakhir dalam pesawat yang akan mengantarnya kuliah di Amsterdam, karena diracun arsenik.Banyak yang percaya kalau meninggalnya Munir yang sempat menjabat sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial itu adalah pembunuhan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Di masa hidupnya, Munir pernah meraih The Right Livelihood Award dari Yayasan Livelihood Award Jakob von Uexull, Stockholm, Swedia (2000), dan pernah dinobatkan majalah Asiaweek sebagai salah satu dari 20 Pemimpin Politik Muda Asia pada Milenium Baru (1999). Namanya mendunia. Meski begitu, pribadi yang sederhana ini mengaku bukanlah orang yang pemberani. Padahal, teror demi teror tak pernah sepi dari kehidupannya, mewarnai aktivismenya dalam memperjuangkan HAM. Munir bahkan pernah berkata, Suciwati, istrinya lah yang sebenarnya jauh lebih pemberani ketimbang dirinya. Hingga kini, Suciwati inilah–bersama rekan-rekan Munir–yang masih terus berjuang mendesak pemerintah untuk menuntaskan pembongkaran kasus pembunuhan Munir.
Tak ayal, pada tanggal 7 September untuk memperingati kematiannya, banyak orang yang masih memperingati hari tersebut untuk menghormati jasa-jasanya dan sekaligus mengingatkan semua orang bahwa perjuangan Munir harus terus dilanjutkan agar kematiannya tidak sia-sia. Bagaimanapun, Munir adalah sosok kerempeng yang sempat menggoyahkan institusi tentara di era Orde Baru, ketika sejumlah aktivis hilang diculik. Munir “membebaskan” mereka. Dia dijuluki pahlawan orang hilang. Namun, pada akhirnya nyawanya sendiri yang hilang. Meninggalkan ujian sejarah yang pelik bagi negara dan bangsanya.
“Munir memang sudah meninggal pada 7 September 2004. Tapi perjuangan, ideologi, dan kenangannya masih hidup di banyak orang.”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar